Sunday, June 3, 2018

Malam

Posted by Idqaainnur at 12:52 PM 0 comments

Pada setiap malam yang selalu ku tamatkan
Ditaburkannya bintang sebagai peruntuh lamunan
Membuyarkan pikiran dan angan
Yang entah dengan alasan apa ku pertahankan

Ingatkah kau malam itu Tuan?
Tidakkah alunan lagumu tidak pernah berhenti mengisahkan duniamu
Tidakkah untaian kata dan senandungmu tidak pernah habis menarik tatapanku
Tidakkah omong kosong selalu kita anggap puisi indah kala itu?

Namun nyatanya, bintang tak akan habis untuk kau hitung, pun setelah ku bantu.
Mungkin kau lebih senang merogoh saku jaketmu daripada menunjuk awan, atau lampu taman yang kurasa mungkin sudah padam.
Atau mungkin kau lebih memilih mengaduk kopi mu perlahan dan menikmati putarannya daripada sekedar kau berikan setatap dua tatap saat ku bicara.
Atau mungkin kau memang tak menginginkan malam itu?
Ingatkah kau malam itu Tuan?

Aku Pernah

Posted by Idqaainnur at 12:44 PM 0 comments
Aku pernah
Aku pernah merasa jatuh cinta terdalam kepada orang sebelummu
Aku pernah
Aku pernah menjatuhkan air mata untuk dia
Yang ku yakin dia adalah jodohku
Sebelum hanya kau tujuanku
Aku pernah
Aku pernah sangat yakin pula rasa cinta ku tidak akan pernah hilang
Meskipun nyatanya sirna, dan berpaling kepadamu
Aku pernah
Aku pernah memohonkan nama dia sebelum kumohon namamu
Aku pernah
Aku pernah merasa bahwa dia adalah yang terakhir untukku
Sebelum ku yakin kau yang terakhir
Aku pernah
Dan aku tahu jika aku pernah
Sehingga aku takut
Kau akan menjadi orang-orang sebelummu
Yang hanya akan ku sebut sebagai "dia" bukan "kau".

Rindu (5)

Posted by Idqaainnur at 12:43 PM 0 comments
Bersamaan dengan sajak yang kau tulis,
kau telah khatam bagaimana menerjemahkan rindu.
Pun denganku,
yang semakin riuh membekukannya.
Karena jika dipikir,
tidak ada waktu untuk menyebut "kita".

Senja

Posted by Idqaainnur at 12:43 PM 0 comments
Seperti penikmat senja lainnya,
yang ikhlas melihat tanpa mengikat.
Sadar bahwa dekat maupun jauh,
ia tetap pergi.

Dan seindah apapun bulan,
tidak diperkenankan sebagai pengganti.

Sanubari

Posted by Idqaainnur at 12:42 PM 0 comments
Tiap-tiap kedipan yang berirama,
rapi menyambutku pagi hari.
Rona merah berseri,
dan sedikit saja lengkungan garis pipi
membuatku kuat menepi.
Terima kasih, kau suguhkan kasih yang mendebarkan sanubari.

Pamit

Posted by Idqaainnur at 12:41 PM 0 comments
"Konsolidasi otak dan hati. Hingga cipta distorsi. Melebur jiwa lara pada sepucuk surat, tidak bernyawa, juga berarti."

Senyummu berlabuh pada baris-baris penatku.
Ingin ku lempar jangkar di bahtera pikat mu.
Namun kau pamit sebelum senja memeluk.
Dalam lambaian ku bergumam, 
kau hebat Tuan,
juga dalam hal meninggalkan.

Rindu (4)

Posted by Idqaainnur at 12:41 PM 0 comments
Jika kau bertanya,
mengapa pagi buta sekali ku sudah merindu?
Bolehkah aku menyangkal terlebih dahulu,
Begitu jahatnya kau yang memasung alam sadarku
Hanya pada ranah seluas wajahmu
Tuanku.

Waktu (2)

Posted by Idqaainnur at 12:40 PM 0 comments
Pada waktu yang sama, jari kita pernah bergerak mengikuti irama.
Sekedar berbagi kabar,
atau membahas beberapa hal.
Kini, di waktu yang sama pada saat yang berbeda, hanya mengingat yang bisa ku candra.

Hujan (2)

Posted by Idqaainnur at 12:39 PM 0 comments
"Dalam tiap butir hujan, Tuhan menjaga untaian perasaan agar tidak melebihi angan."
Hujan
Butirmu jatuh menerka
Aroma wajah haru mungkin bahagia
Hujan
Jatuhmu mengalir berirama
Seperti senandung rindu yang ku rajut perlahan

Risau

Posted by Idqaainnur at 12:38 PM 0 comments
Tiap persepsi yang kau dekap penuh, tak selalu kukuh membinarkan kornea.
Terlebih jika berbincang tentang rasa.
Bahkan burung-burung pun tetap khusyuk, menatap awan, sesekali tanah.
Nampak tegar dengan kerisauan.
Kikuk karena ingin melupa, tidak dapat berkata-kata.

Gersang

Posted by Idqaainnur at 12:38 PM 0 comments
-It is true, the world is just one. But it seems you prefer to make your own world, so do I-
Dalam gurat sendu kau kabarkan, bahwa padang tak selalu gersang.
Lalu bagaimana perihal dirimu yang tiba-tiba menghilang?
Ini yang membuatku mantap menyimpulkan.
Selain tak berujung, puisiku tak bertuan.

Hujan (1)

Posted by Idqaainnur at 12:37 PM 0 comments
Hujan begitu deras sore ini.
Sampai ku lupa,
marka jalan tak nampak selain dengan bantuan lampu motor yang hanya ratusan centi.
Hujan begitu awet sore ini.
Seakan ingin berlama-lama memamerkan kebersamaannya,
didepanku yang melamun sendiri.

Rindu (3)

Posted by Idqaainnur at 12:36 PM 0 comments
Pada rindu-rindu yang tidak tersampaikan
Rembulan laksana penjamu sendu
Gemerlap bintang tak lain sebatas pengganggu
Yang nyata hanyalah,
degupan sanubari yang mendamba temu

Doa

Posted by Idqaainnur at 12:36 PM 0 comments
"Pada masa-masa saat ku tengadahkan tangan dengan menyebut nama mu sebagai harapan,
Disitu pula ku merasa Tuhan memberi jawaban dengan menjauhkan."
Aku tak pernah selemah ini
Mendiagnosa diriku sendiri dengan berbagai macam perihal kepedihan.
Setiap ku toreh harapan di batas keinginan,ku sadar yang ku tuai tak lebih dari penyia-nyiaan.
Jika ada anak kecil kurang pandai yang menghabiskan masa nya untuk bermain tanpa belajar.
Tidak lain sepertiku yang hanya memikirkanmu tanpa peduli seberapa banyak mengulang.
Mengulang dalam kesepihakan.
Dari balik celah ranting pohon ditaman.
Tak peduli seberapa jauh wajahmu tuk ku pandang.
Menyisihkan waktu ku adalah hal yang lumrah ku lakukan.
Sebab doa ku,
Tak lain untukmu Tuan.

Ombak

Posted by Idqaainnur at 12:34 PM 0 comments
"Ketika menunggu terajut dalam hela nafasku, ku sadar sakit dan lara tengah berpihak padaku."
Kamu seperti ombak.
Datang dan pergimu begitu cepat.
Bahkan,
Rasanya sangat sulit untuk sekedar berucap sapa, apalagi berpamit.
Datangmu bisa sangat dekat.
Seperti dalam-dalam mendekap.
Pergimu pun tak kalah jauh.
Sejauh mata tak dapat lagi menatap.
Tapi anehnya,
Aku begitu senang.
Seperti tak memiliki letih tuk menunggu di bibir pantai.
Menunggu hadirmu untuk sekedar menyentuh jemari kakiku.
Dan merelakanmu bergerak jauh.
Namun kau pasti tahu.
Aku sangat senang.
Dan parahnya,
Kau tak pernah menyadari suasana lain dalam hatiku.
Selain senang.
Senang menunggumu.
Dalam harap cemas yang menyakitkan.

Awan

Posted by Idqaainnur at 12:34 PM 0 comments
"You can write it, erase it, but I know you'll never draw it"
Jika boleh aku memanggilmu awan,
Tentu benar untuk engkau yang rupawan.
Menawan hati, membawa pergi,
keahlianmu yang selalu engkau tunjukkan.
Jika boleh aku memanggilmu awan,
yang sangat sulit tergenggam.
Yang gerak gerik nya dapat mempengaruhi perasaan.
Jika boleh aku memanggilmu awan,
jangan hapus segala benderang menjadi hujan.
Karena sebelum tenangnya hujan,
mendungmu sigap membuatku getar.
Jika boleh aku memanggilmu awan,
bergeraklah dengan pelan.
Lalu pergilah karena kau tak mungkin bertahan.
Karena dengan penuh sadar ku katakan,
esok hari yang persis sepertimu pun tidak akan pernah ku kenal.

Jarak

Posted by Idqaainnur at 12:33 PM 0 comments
"Jarak yang kau ukir, 
bagai luka yang menyihir."
Setiap harap bersamamu ingin aku nyatakan.
Namun, barang sekali pun kau tak pernah meng "iya" kan.
Setiap pertemuan denganmu selalu aku elukan.
Namun, bayangmu saja enggan menengokku dibelakang.
Entah, apakah ini luka, apakah ini sakit.
Yang jelas, aku senang.
Meski hanya berangan-angan.
Karena setiap hadirmu,
Walaupun hanya dalam gambaran pikiran.
Selalu ampuh membuatku bertahan.

Petrichor

Posted by Idqaainnur at 12:32 PM 0 comments
Teruntuk kamu,
Yang lebih menenangkan dari sekedar petrichor di musim hujan.
Yang lebih menghangatkan dibandingkan senja yang setiap hari terbentang.
Kamu yang terlihat dekat namun sangat sulit sekali digenggam.
Seperti saat ku urai sebuah kata yang tidak tersampaikan.
Hujan memang dingin, tapi masih kurang tangguh tuk mengalahkanku.
Sedangkan kamu, dinding yang kamu susun selalu berhasil membekukanku.
Terlebih saat mata kita bertemu, entah terencana atau tidak sengaja.
Detik-detik yang selalu menggores garis senyum di wajahku.
Yang selalu membuatku memaki diri sendiri karena lidah yang kelu.
Teruntuk kamu,
Yang punya porsi hadir di bingkai hidupku.
Iya, hanya bingkai, bahkan sepertinya kamu tidak berminat masuk melengkapi lukisanku.
Aku harap,
Kamu selalu seharum petrichor dan sehangat senja-ku.

Melodi Rasa

Posted by Idqaainnur at 12:22 PM 0 comments
Melodi
Lantunan indah suara hati
Yang kini ku rajut sendiri
Melodi
Kamu kah pengisi rimba jiwa
Sehingga gagah menggugah rasa
Melodi
Indah menata hati
Gemulai tenang
Dalam mimpi-mimpi

Welcome

My Blog List

Followers

 

Some New Me Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos